POJOK BERITAKU

Pemicu Mahasiswi Tolak Jadwal Piket Sampai Bikin Dokter Koas Dianiaya, Mau Liburan ke Eropa?

Spread the love


Mahasiswi dokter koas Lady Aurellia dikabarkan ingin liburan ke Eropa saat Natal dan Tahun Baru sehingga menolak jadwal piket yang ditetapkan Luthfi, Ketua atau Chief Koas Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya (Unsri).

Penolakan jadwal piket ini berujung pada penganiayaan Luthfi yang dilakukan oleh sopir keluarga Lady, inisial DT.

Akibatnya, Luthfi mengalami luka memar di bagian pelipis mata, wajah dan bagian lainnya, sehingga harus mendapatkan perawatan intensif di RS Bhayangkara Palembang.

Peristiwa penganiayaan itu terjadi saat Luthfi bertemu dengan orang tua Lady.

Berawal saat Lady tak terima mendapat jadwal piket di akhir tahun yang diberikan oleh Lutfi, lalu ia mengadu ke orang tuanya.

Sang ibu, Sri Meilina, lantas mengajak Lutfi untuk bertemu di sebuah kafe di Jalan Demang Lebar Daun, Palembang pada Rabu, 11 Desember 2024.

Sri Meilina membawa DT untuk berbicara dengan Lutfhi terkait pergantian piket koas di tahun baru.

Namun, pertemuan itu berujung pada aksi kekerasan. DT tersulut emosi hingga melayangkan pukulan berkali-kali ke tubuh Lutfi.

Aksi penganiayaan DT terhadap dokter koas itu pun menjadi viral di media sosial.

Penganiayaan terekam dalam sebuah video dengan durasi video 12 detik.

Usut punya usut, alasan Lady menolak jadwal piket di akhir tahun, karena ia ingin liburan ke Eropa bersama keluarganya.

Atas kabar yang beredar, kuasa hukum keluarga Lady, Titis Rachmawati pun mengungkap alasan mahasiswi itu menolak jadwal piket dari Lutfi.

Ia membantah Lady menolak jadwal piket untuk liburan ke Eropa bersama keluarga.

“Itu sudah dilebihkan, enggak ada liburan,” kata Titis.

Menurutnya, Lady ingin meminta piket dijadwal ulang karena mengalami tingkat stres sebagai tenaga medis.

Apalagi Lady baru diterjunkan ke masyarakat dan harus menghadapi banyaknya pasien di rumah sakit. 

Titis mengatakan, mental Lady belum siap betul menghadapi hal itu sehingga mengalami stres.

“Tingkat stres orang tidak bisa mengukurnya, apalagi baru diterjunkan ke masyarakat. Belum siap betul,” jelasnya.

Titis meminta agar masyarakat tidak mudah terprovokasi terkait isu yang berseliweran di media sosial.

“Jangan judge seseorang, karena medsos kan sudah diatur Undang-undang ITE,” tuturnya.











Exit mobile version