Sempat Dianggap ‘Narkoba’ Baru, Jokowi Kini Ingin Kratom Dikelola
Menurut Moeldoko, selama ini belum ada pengawasan yang jelas mengenai pengelolaan tanaman kratom di Indonesia. Sehingga, kata Moeldoko, pemerintah perlu membuat standarisasi pengelolaan kratom.
“Saya pikir ada tiga hal, yang pertama tata kelola karena selama ini kita itu belum ada standarisasi mengelola sehingga kalau masyarakat secara individu berusaha ekspor itu kadang-kadang ada reject karena disinyalir ada bakteri. Ini perlu kita bahas, perlu ada standarisasi,” katanya.
Selain itu, kata dia, pemerintah juga akan membahas kandungan dalam tanaman kratom, sebab terdapat perbedaan hasil riset antara Badan Narkotika Nasional (BNN) dengan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
“Masalah penggolongan masih ada perbedaan antara BNN dengan hasil riset dari BRIN, karena kita ingin memastikan sebenarnya seperti apa sih kondisi kratom itu masih ada perbedaan persepsi. Untuk itu, saya juga meminta BRIN untuk melakukan riset,” tutur dia.
“Risetnya mengatakan bahwa mengandung tapi dalam jumlah tertentu. Artinya saya minta lagi jumlah tertentu seperti apa yang itu membahayakan kesehatan sehingga nanti ini inline dengan status yang telah diundangkan DPR,” sambung Moeldoko.
Dalam rapat tersebut, Presiden Jokowi meminta Kementerian Perdagangan (Kemendag) agar membuat aturan standarisasi perdagangan tanaman kratom. Hal ini agar kratom yang diekspor tak lagi mengandung efek samping yang berbahaya bagi kesehatan.
“Tadi arahan Presiden (Jokowi) pertama, supaya Kemenkes, BRIN, dan BPOM lanjutkan riset sesungguhnya (tanaman kratom) yang aman seberapa bagi masyarakat,” kata Moeldoko.
“Kemendag atur tata niaganya untuk bentuk suatu standardisasi sehingga tak ada lagi kratom produk Indonesia yang kandung bakteri ecoli, salmonella, logam berat,” sambungnya.
Dia menyampaikan, saat ini banyak daun kratom Indonesia yang ditolak oleh eksportir karena mengandung bakteri-bakteri berbahaya. Oleh sebab itu, Moeldoko menekankan pentingnya pengaturan perdagangan tanaman kratom.
“Karena sudah ada eksportir kita di-reject barangnya. Kenapa terjadi? Karena belum diatur tata niaganya dengan baik,” ujarnya.