Prabowo Mau Naikan Rasio Utang Indonesia hingga 50% dari PDB? Ini Faktanya
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menegaskan jika rasio utang pemerintahan Prabowo-Gibran tetap berada di bawa 40 persen terhadap produk domestik bruto (PDB). Airlangga menekankan, bahwa defisit APBN 2025 juga tetap di bawah 3 persen.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menegaskan jika rasio utang pemerintahan Prabowo-Gibran tetap berada di bawa 40 persen terhadap produk domestik bruto (PDB). Airlangga menekankan, bahwa defisit APBN 2025 juga tetap di bawah 3 persen.
Hal ini merespons pernyataan adik Prabowo, Hashim Djojohadikusumo yang menyebutkan bahwa ada rencana untuk meningkatkan rasio utang Indonesia hingga 50 persen dari PDB oleh pemerintahan Prabowo-Gibran. Dia menyebut, hingga saat ini tidak ada pembicaraan khusus terkait rencana untuk meningkatkan rasio utang oleh pemerintahan baru mendatang.
Terkait pernyataan adik presiden terpilih Prabowo tersebut, Airlangga mengatakan hanya sebatas wacana. Dia memastikan, belum ada penyesuaian rasio utang dan defisit APBN oleh pemerintahan Prabowo-Gibran.
Sebelumnya, Presiden baru Indonesia, Prabowo Subianto, akan mengizinkan peningkatan utang negara hingga 50 persen PDB untuk mendanai program belanja ambisiusnya.
Kabar ini disampaikan Hashim Djojohadikusumo, saudara laki-laki Prabowo yang juga seorang taipan terkemuka. Dia mengatakan kepada Financial Times bahwa Indonesia masih dapat mempertahankan peringkat peringkat investasi jika rasio utang terhadap PDB naik menjadi 50 persen, dari 39 persen saat ini.
“Idenya adalah untuk meningkatkan pendapatan dan meningkatkan tingkat utang,” kata Hashim kepada Financial Times di London dilansir Kamis (11/07/2024).
Dia menyebut, rencana untuk meningkatkan rasio utang 50 persen tersebut sudah dikonsultasikan bersama Bank Dunia. Kemudian berdasarkan hukum Indonesia, rasio utang terhadap PDB Indonesia tidak boleh melebihi 60 persen. “Saya sudah berbicara dengan Bank Dunia dan menurut mereka 50 persen adalah tindakan yang bijaksana,” tegasnya.
Defisit ditetapkan 2,29 persen-2,82 persen dari nilai Produk Domestik Bruto (PDB) dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025. Hal itu telah disepakati Kementerian Keuangan, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN), dan Bank Indonesia, serta Badan Anggaran (Banggar) DPR.
“Defisitnya sudah diputuskan 2,29 persen. Dan hitungan prediksi saya, untuk pemerintahan baru menjaga kesinambungan fiskal, hitungan saya (defisit) paling maksimal sekitar 2,4-2,5 persen,” ujar Ketua Banggar DPR Said Abdullah di Jakarta, Kamis, 4 Juli 2024, seperti dikutip dari Antara.
Untuk pendapatan negara, ia menambahkan, ditargetkan mencapai 12,30-12,36 persen dari PDB dengan proyeksi penerimaan negara sebesar Rp2.900-3.000 triliun.
Said Abdullah menuturkan, target tersebut diputuskan secara hati-hati dengan mempertimbangkan perkembangan kondisi global, termasuk geopolitik dan rantai pasok (supply chain), yang masih belum stabil, sehingga kondisi perekonomian nasional belum sepenuhnya pulih dari dampak perlambatan akibat pandemi.
“Itu kami memutuskan sudah dengan hati-hati sekali, tidak asal memutuskan, bahkan kalau effort (upaya) pemerintah bisa penerimaan negara itu 12,3 persen (dari PDB), itu sudah kan luar biasa,” kata Said.
Said menuturkan, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dapat menjadi sumber pendapatan negara yang yang lebih dapat diandalkan daripada pajak dan cukai. Selain itu, menurut dia, diperlukan reformasi perpajakan serta implementasi Undang-undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) yang efektif agar dapat mewujudkan target penerimaan tersebut.